Selasa, 29 Januari 2013

Mengenal Pemikiran R.Ng Ronggowarsito

0 komentar
Museum Ronggowarsito, Jl. Abdulrahman Saleh no.1
Semarang 50149
Dari karya-karya Ronggowarsito, akan kelihatan bahwa pemikirannya banyak dipengaruhi oleh kepustakaan Islam kejawen, tradisi dan kepustakaan Jawa.  Pembahasan dan pemikiran Ronggowarsito, terpusat untuk merumuskan kembali pokok-pokok pemikiran yang terdapat dalam perbendaharaan kepustakaan Jawa dan Islam kejawen. Sehingga karya-karya Ronggowarsito pada umumnya mencerminkan perpaduan antara alam pikiran Jawa dengan ajaran Agama Islam. Karena kehidupan Ronggowarsito dan pujangga-pujangga Jawa pada umumnya berada dalam kedua lingkungan kebudayaan tersebut, sesudah zaman kerajaan Jawa-Islam. Walaupun pada hari-hari tuanya Ronggowarsito banyak bergaul dengan sarjana-sarjana Belanda yang mempunyai perhatian terhadap bahasa dan kebudayaan Jawa, seperti dengan C.F. Winter, Cohen Stuart dan sebagainya. Tetapi, pergaulan ini tidak banyak memberi bekas dalam pemikiran Ronggowarsito.

Ronggowarsito yang hidup semenjak tahun 1802 sampai tahun 1873, dengan sendirinya mengalami berbagai macam pergolakan dan perubahan-perubahan suasana politik dalam lingkungan istana.  Setiap perubahan sikap politik dalam hubungan dengan pemerintahan kolonial Belanda, langsung atau tidak langsung pasti mempengaruhi kedudukan pejabat-pejabat istana.

Karena melihat korupsi yang terjadi di istana dan masyarakat, serta berbagai tindakan amoral dan keadaan yang memprihatinkan di masyarakatnya, Ronggowarsito yang berperan sebagai pujangga istana serta penyambung lidah rakyat kemudian menuliskan keadaan zamannya tersebut dalam bentuk karya sastra.

Menurut Ronggowarsito, ada tiga macam pembagian zaman. Yakni zaman edan atau Kalatidha yaitu ditandai dengan adanya pola pikir yang salah. Hal ini diungkapkan dalam Serat Kalatidha sebagai berikut:

Amenangi jaman edan/ewuh aya ing pambudi/melu edan nora tahan/yen tan melu anglakoni/boya kaduman melik/kaliren wekasanipun/dilalah karsa Allah/begja-begjane kang lali/luwih begja kang eling lawan waspada.

Artinya:
Mengalami zaman gila, serba sulit dalam pemikiran, ikut menggila tidak tahan, kalau tidak ikut (menggila), tidak (akan) mendapat bagian, akhirnya (mungkin) kelaparan, (tetapi) takdir kehendak Allah, sebahagia-bahagianya (orang) yang lupa, (masih) bahagia yang sadar dan waspada.

Kemudian akan diiukuti oleh Zaman Kalabendu yaitu moralitas semakin merosot disebabkan oleh pola pikir yang salah. Hal ini terdapat dalam Serat Sabda Jati sebagai berikut:

Para janma jaman pakewuh, kasudranira andadi,
daurune saya ndarung,
keh tyas mirong murang margi,
kasetyan wus ora katon.

Orang-orang dalam zaman pakewuh (edan), kerendahan budinya makin menjadi-jadi, kekacauan bertambah, banyak orang berhati sesat (buruk), melanggar peraturan yang benar, kesetiaan sudah tiada terlihat.

Yen kang uning marang sajatining kawruh,
kewuhan sajroning ati yen tan niru ora arus,
uripe kaesi-esi,
yen nirua dadi asor.

Bagi orang yang tahu akan kebenaran, dalam hati terasa ewuh (bingung), apabila tidak turut berbuat sesat, hidupnya akan menjadi merana, kalau ikut menjadi rendah budi pekertinya.

Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung,
anggelar sakalir-kalir,
kalamun temen tinemu,
kabegjane anekani,
kemurahaning Hyang Manon.

Tindakan seperti itu, berarti tak percaya akan kemurahan dan kekuasaan Tuhan, yang menciptakan segala-galanya. Apabila memohon dengan bersungguh hati, pasti mendapat anugerah dari kemurahan Tuhan.

Anuhoni kabeh kang duwe panyuwun,
yen temen-temen sayekti,
Allah aparing pitulung,
nora kurang sandhang bukti,
saciptanira kalakon.

Tuhan mengabulkan semua permohonan, apabila disertai kesungguhan, Allah pasti memberi pertolongan, tidak akan kekurangan makan serta pakaian. Segala yang diingini akan terlaksana.
Lalu kemudian akan muncul Zaman Kalasuba atau zaman keemasan. Datangnya masa keemasan sebagai akhir kalabendu, terdapat dalam Serat Jakalodhang, sebagai berikut:

Sangkalane maksih nunggal jamanipun,
neng sajroning madya akir,
Wiku sapta ngesthi ratu,
ngadil pari marmeng dasih,
ing kono karsaning Manon.

Ciri waktu pada zaman itu, yakni pada pertengahan, dengan ciri tahun; wiku sapta ngesthi ratu. Itulah masa keadilan dan kemakmuran yang merata, demikian kehendak Tuhan.

Tinemune wong ngantuk anemu kethuk,
malenuk samargi-margi,
marmane bungah kang nemu,
marga jroning kethuk isi,
kancana sosotya abyor.

Waktu itu orang yang sedang mengantuk, sambil duduk saja mendapat kethuk (menemukan benda). Kethuk itu terdapat di sepanjang jalan-jalan. Orang yang mendapat riang-gembira, lantaran di dalamnya berisi emas permata yang bergemerlapan.

Itulah sekilas pemikiran Ronggowarsito mengenai zaman edan yang dituangkan dalam beberapa karya sastranya. Di dalam karya tersebut terdapat banyak sekali ajaran moral yang dapat diterapkan dalam konteks zaman sekarang ini.





Comments

0 comments to "Mengenal Pemikiran R.Ng Ronggowarsito"

Posting Komentar

 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com